INDOPOLITIKA.COM – Peran Febri Diansyah sebagai juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berakhir. Sebab, pimpinan komisi antirasuah jilid V sepakat menggantinya dengan orang lain. Selama ini Febri merangkap jabatan sebagai kepala biro humas dan juru bicara KPK. Mantan aktivis di organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) itu pun mengakui sejak ada aturan baru di internal KPK, ia mengusulkan agar posisi jubir dan kabiro humas dibuat terpisah.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menentukan dan memiliki Juru bicara. Paling lambat, Ia menegaskan, minggu pertama bulan Januari 2020.
“Sebab, fungsi (bukan jabatannya) Jubir dari suatu instansi sangat-sangat strategis. Sama halnya Jubir Presiden suatu negara, Jubir KPK tidak boleh kosong oleh karena sesuatu hal,” kata Emrus kepada Indopolitika.com, Minggu (29/12/2019).
Emrus menuturkan, setidaknya ada lima persyaratan yang perlu dipertimbangkan oleh lima komisioner KPK itu dalam menentukan sosok Jubir lembaga antirasuah itu.
Pertama, Jubir KPK tidak boleh dari kekuatan kelompok masyarakat yang berada pada posisi pro maupun dari yang kontra terhadap pemberantasan korupsi, agar Jubir berada pada posisi netral dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
“Jubir harus melindungi hak-hak semua pihak (baik sebagai individu maupun institusi termasuk nama perusahaan) yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
Kedua, ia sudah berpengasilan lebih besar dari gaji Jubir KPK. “Jadi, bukan untuk meningkatan pengasilan yang lebih besar dan apalagi bukan untuk memperoleh penghasilan karena selama ini belum memiliki pekerjaan tetap. Ini penting agar posisi Jubir benar-benar sebagai panggilan (calling) jiwa,” ujarnya.
Ketiga, memahami konsep, teori dan manajemen bidang-bidang keahlian profesional komunikasi secara akademis secara filosofis dan praksis. Misalnya, menguasai secara filosofis dan mampu menganalisis serta mengaplikasikan konsep dan teori framing serta agenda media dalam di ruang publik.
Keempat, memiliki popularitas dan aseptabilitas dari publik. “Bagian ini sangat perlu, sehingga Jubir KPK bukan “orang asing” dalam wacana publik. Dengan demikian, Jubir tersebut bisa langsung running melaksanakan fungsi dan tugasnya di ruang publik,” katanya.
“Ia juga harus sebagai parktisi komunikasi yang handal dalam bidang retorika. Ia sangat piawai mengaplikasikan konsep dasar retorika (etos, logos dan patos) secara profesional,” sambungnya.
Kelima, memiliki pengetahuan dasar tentang hukum. Untuk itu ia paham materi Pengantar Ilmu Hukum (konsep-konsep dasar bidang hukum), Sistem Hukum Indonesia, hirarki perundang-undangan yang berlaku di negeri ini dan menguasai betul tentang azas praduga tak bersalah
“Untuk menemukan sosok di atas, pimpinan KPK bisa saja dengan cara “jemput bola”, tentu terlebih dahulu melakukan semacam Focus Group Discussion (FGD) yang pesertanya hanya lima komisioner KPK itu sendiri untuk merumuskan kriteria yang tepat menjadi Jubir KPK,” pungkasnya. [rif]