Bernada Miring, DPR Ceramahi Balik Najwa Shihab

  • Whatsapp

INDOPOLITIKA.COM – Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai, DPR tidak perlu terlalu menanggapi pernyataan Najwa Shihab. Pernyataan itu terasa bernada sedikit miring dalam melihat DPR. Seakan, apa pun yang dilakukan DPR selalu salah.

“Ditanggapi seperti ini saja, malah kita yang nanti dianggap salah. Dianggap kita bela diri. Padahal, kita hanya mau mendudukkan sesuatu sebagaimana mestinya,” kata Saleh di Jakarta, Senin (4/5/2020).

Muat Lebih

Pernyataan Najwa itu, menurut saya, menunjukkan kalau dia lupa bahwa fungsi DPR itu ada tiga. Di dalam Pasal 20A ayat 1 UUD 1945 secara tegas dinyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Meskipun suasana covid-19, fungsi dan tugas itu tetap melekat pada DPR.

“Jangan sampai ditafsirkan bahwa karena ada bencana covid-19, lalu DPR harus berubah fungsi menjadi eksekutor program dan kegiatan kenegaraan. Semua kegiatan pelayanan masyarakat tetaplah dilaksanakan oleh pemerintah. Memang begitu pembagian tugasnya diatur secara baik,” jelasnya.

“Nah, pelaksanaan kegiatan dan program pemerintah itulah yang akan dibahas anggarannya, dibuat aturannya, dan diawasi pelaksanaannya oleh DPR. Kalau melihat ada sesuatu yang tidak beres dalam pelayanan pemerintah, lalu ingin memberi masukan, menegur, atau mengeritik, silahkan disampaikan di publik. Bahkan agar lebih baik, bisa disampaikan ke DPR. Saya yakin DPR pasti akan senang mendapat masukan dari masyarakat,” tambahnya.

Namun demikian, Najwa harus tahu bahwa seluruh anggota DPR tidak tinggal diam dalam menghadapi Corona. Setahu saya, semuanya berkontribusi. Fraksi-fraksi memotong gaji anggotanya untuk disumbangkan ke masyarakat lewat partai. Selain itu, masing-masing anggota juga berbuat dan berbagi dengan masyarakat.

“Alhamdulillah, saya juga melakukan itu. Silahkan dicek di dapil saya. Tetapi, memang tidak ada UU yang menyebut bahwa semua aktivitas DPR dalam membantu masyarakat harus dilapor ke Najwa. Tidak ada itu,” tuturnya.

Kalau masalah pembahasan UU Omnibus Law, di DPR sendiri ada dinamikanya. Masing-masing fraksi punya sikap sendiri-sendiri. Ada yang ingin ikut membahas, ada yang menarik diri, ada juga yang ikut membahas untuk mengawal suara masyarakat, dan lain-lain.

Namun dari semua sikap itu, yang perlu disadari adalah bahwa omnibus law cipta kerja bukanlah inisiatif DPR. Itu adalah inisiatif dan keinginan pemerintah. Sesuai mekanisme yang ada, kebetulan sekarang pembahasannya ada di DPR.

“Kenapa Najwa tidak menggugat pemerintah? Bukankah kalau mau singkat, pemerintah yang mencabut dan meminta penundaan pembahasan? Kenapa malah DPR yang disalahkan? Padahal, belum tentu semua fraksi akan menyetujuinya,” ujarya.

“Mungkin Najwa lupa bahwa UU bisa disahkan jika pemerintah dan DPR sama-sama menyetujui. Artinya, hak konstitusional DPR dalam pembuatan UU hanya 50 persen. Karena itu, tanggung jawab atas kelahiran suatu UU ada di tangan pemerintah dan DPR,” ungkapnya.

Hal yang sama berlaku kepada semua UU yang disebut Najwa di dalam video. DPR tidak pernah mempermudah pembahasan suatu UU. Buktinya, RUU KUHP dan RUU pemasyarakatan tidak tuntas dibahas dalam satu periode.

Itu adalah indikasi bahwa banyak kompleksitas masalah yang dipertimbangkan oleh DPR. Kalau sekarang ada di dalam prolegnas, itu juga dimasukkan atas kesepakatan DPR dan pemerintah jauh sebelum covid-19 masuk ke Indonesia.

“Tetapi kalau memandang DPR pakai kacamata Najwa, ya semua pasti salah. Apa yang saya sampaikan di atas pun, bisa jadi dianggap salah. Padahal, saya hanya berniat untuk meluruskan sesuai dengan apa yang saya ketahui,” ucapnya.

“Dan kalau mau tahu sikap pribadi saya terhadap omnibus law, silahkan dilacak berita-berita saya yang dimuat di media belakangan ini. Jejak digitalnya pasti mudah ditemukan. Insya Allah, saya sangat memahami apa yang disuarakan oleh aktivis buruh dan seluruh serikat pekerja,” terangnya.

Point terakhir yang perlu diketahui adalah bahwa DPR tetap menjadikan masalah covid-19 sebagai prioritas. Semua komisi dan alat kelengkapan dewan sama-sama berkontribusi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Aktivitas rapat selalu dilakukan. Jika yang hadir dinilai sedikit, itu karena memang tuntutan kebjakan PSBB. Tetapi, kehadiran rapat virtual selalu melebihi batas quorum yang ditetapkan.

“Di tempat saya, di komisi IX, semua perhatian kita adalah pada covid-19. Kita membahas semua masalah yang ada. Masker, APD, handsanitizer, alkes, kesehatan tenaga medis, faskes, PHK, PMI, pengangguran, dan banyak lagi. Silahkan ditanya kepada semua mitra kami. Apa itu masih dianggap tidak menjadikan covid-19 sebagai prioritas?” urainya.

“Secara khusus, perlu saya sampaikan bahwa di tengah suasana PSBB saat ini, saya juga sedang menulis buku tentang advokasi saya terkait pananganan covid-19 di Indonesia. Bahan dari buku itu adalah pernyataan-pernyataan saya di media soal corona. Ada kritik, masukan, usul, dan pendapat terhadap kinerja pemerintah. Insya allah sebentar lagi akan naik cetak. Penerbitan buku ini sejalan dengan kegiatan saya membagi sembako dan membantu masyarakat di dapil saya. Dalam konteks itu, saya meminta Najwa juga ikut berkontribusi. Jangan hanya melihat orang dari jauh lalu lupa untuk berbuat,” pungkasnya. [rif]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *