INDOPOLITIKA.COM – Dalam catatan akhir tahun 2019, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR menyoroti utamanya pada tiga poin besar di bidang ekonomi, politik dan hukum.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini itu mengatakan pertumbuhan ekonomi secara umum melambat, sementara defisit neraca perdagangan masih terjadi.
“Tercatat pada kuartal III-2019, pertumbuhan ekonomi nasional secara tahunan sebesar 5,02 persen (yoy). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga, sedangkan kinerja ekspor masih belum bisa diandalkan,” kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/1/2019).
Padahal, sambung dia, target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 sebesar 5,30 persen dan Outlook APBN 2019 sebesar 5,20 persen. Terbukti tidak akan tercapai hingga akhir tahun 2019.
“Pemerintahan Jokowi tidak berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan baik dalam RPJMN 2015-2019 maupun APBN 2019,” ujar dia.
Selain itu, Jazuli menambahkan, yang juga menjadi catatan penting di penghujung tahun 2019 ini adalah munculnya mega skandal Jiwasraya dengan gagal membayar polis nasabahnya hingga 12.4 Triliun.
“Ini pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan pada tahun 2020,” sebut dia.
Sementara itu, di bidang kesejahteraan rakyat, rendahnya angka inflasi pada angka 3 persen justru menunjukkan daya beli masyarakat terus mengalami tekanan, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat tidak banyak mengalami perubahan.
Meski, ekonomi nasional masih tertolong dengan tumbuhnya sektor informal ditengah-tengah masyarakat.
Namun, program iuran BPJS yang direncanakan naik 100 persen dan tarif tol mulai Januari 2020 akan menambah beban rakyat.
“Termasuk akan menjadi kado tahun baru yang pahit bagi masyarakat,” pungkasnya.
Jazuli juga menyoroti polarisasi dan segregasi politik di antara masyarakat masih sangat tajam. Menurut dia, hal tersebut terjadi karena adanya sikap pendikotomian yang terus dipelihara karena adanya beda pandangan dan sikap. Yang secara teknis sering disimplifikasi menjadi sikap toleran dan radikal, apalagi jika pandangan tersebut beda haluan dengan Pemerintah.
“Ke depan kita perlu menjaga stabilitas politik, diantaranya pihak eksekutif jangan banyak mengeluarkan statement atau komentar yang menyulut emosi serta menimbulkan kegaduhan publik” jelas Jazuli.
Sementara itu, lanjut Jazuli, dalam bidang penegakan hukum masih jauh dari rasa keadilan. Misalnya, peristiwa demonstrasi pasca-Pilpres 2019, yang berujung pada penangkapan, penahanan sewenang-sewenang dan jatuhnya korban jiwa. Bahkan, menurut dia, beberapa ulama dan tokoh agama ada yang dipersekusi dan dikriminalisasi dalam menyampaikan ceramah dan ajaran agama.
“Tahun 2020 adalah awal kita membuka lembaran baru, perlu keseriusan bersama menghadirkan iklim demokrasi yang mampu sehat, kompetitif dan membuahkan kesejahteraan rakyat,” pungkasnya. [rif]