INDOPOLITIKA.COM – Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS NIK) yang bersumber dari APBD Kota Bekasi masih menuai pro kontra. Betapa tidak, program yang diluncurkan menjelang Pemilihan Kepala Daerah beberapa tahun lalu, saat ini dihentikan sementara.
Sejumlah pihak pun menilai program tersebut tidak murni bertujuan meringankan beban rakyatnya meskipun gratis tetapi bermuatan politis, di tengah defisit anggaran wilayah penyangga ibukota ini.
“Langkah kebijakan itu (KS NIK) dinilai tidak betul-betul bertujuan untuk membantu meringankan beban rakyatnya untuk memudahkan akses dalam peningkatan kesehatan tetapi pemicunya adalah politis. KS NIK seharusnya mengacu pada pendapatan asli daerah (PAD) dan mempertimbangkan APBD. Kalau surplus tidak masalah. Sebaliknya bila defisit dikeluarkan KS NIK itu dipastikan kebijakan itu politis,” kata Direktur Eksekutif Progress Indonesia (PI) Idrus Mony, Kamis (19/12/2019).
Idrus menegaskan, kalau pemerintah daerah itu berkeinginan membantu meringankan beban warganya maka ada jalan yang lebih tepat dilakukan. Yakni, memberikan insentif sehat agar rakyat dikalangan tertentu, yang tergolong berpendapatan rentan sehingga beban iurannya bisa diringankan.
“Mudah sekali, kenapa harus mengambil langkah KS NIK apalagi sudah ada program kesehatan nasional yakni BPJS. Kasih saja rakyat miskin atau rentan itu insentif iuran agar BPJS tidak memberatkan bagi mereka. Kenapa harus tumpang tindih, artinyaa di situ ada kepentingan dibalik KS NIK tersebut,” jelas Idrus.
Terkait judicial review yang dilakukan Pemkot Bekasi, menurut Idrus tidak ada masalah dan akhirnya akan menguras energi saja.