INDOPOLITIKA.COM – Stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia dinilai Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kondisi terjaga, dengan intermediasi sektor jasa keuangan membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan manageable.
Dinamika perekonomian global di akhir 2019 diwarnai dengan sentimen positif yang berasal dari kesepakatan perang dagang Amerika Serikat-China dan kemenangan Perdana Menteri Boris Johnson dalam pemilu Inggris.
“Selain itu, berlanjutnya kebijakan dovish oleh beberapa bank sentral negara maju terus menjaga likuiditas global dan penguatan pasar keuangan global,” ujar Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, Anto Prabowo dalam keterangan resminya, Sabtu (28/12/2019).
Sampai dengan 20 Desember 2019, pasar SBN mengalami penguatan dengan yield turun sebesar 94,2 bps secara year to date, disertai dengan aliran investor nonresiden ke pasar SBN tercatat Rp171,0 triliun.
Sementara itu, pasar saham menguat 4,53 persen month to date atau 1,45 persen year to date menjadi 6.284,4. Penguatan ini ditopang oleh aliran masuk investor nonresiden. Secara year to date, investor nonresiden mencatatkan net buy di pasar modal sebesar Rp47,8 triliun.
Menurut Anto, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan November 2019 sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif 7,05 persen yoy, ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 13,71 persen yoy.
“Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan meningkat 4,5 persen yoy. Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terkendali dengan rasio NPL gross sebesar 2,77 persen (NPL net: 1,20 persen) dan Rasio NPF 2,5 persen,” kata Anto.
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh 6,72 persen yoy, lebih tinggi dari capaian tahun lalu. Selain itu, sepanjang Januari sampai dengan November 2019, industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp261,7 triliun, tumbuh 6,1 persen yoy.
“Sampai dengan 23 Desember 2019, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp166 triliun,” tuturnya.
Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 54 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 55 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp15,6 triliun.
Sepanjang tahun, sampai dengan 20 Desember 2019 year to date, pertambahan kepemilikan SBN oleh perbankan tercatat Rp193,2 triliun. Sementara itu, pertambahan kepemilikan SBN oleh dana pensiun Rp43,9 triliun dan asuransi Rp13,6 triliun year to date.
Jumlah ini mencerminkan positifnya peran lembaga jasa keuangan dalam mendukung pembiayaan perekonomian nasional dimana dana yang berhasil dikumpulkan dari sektor jasa keuangan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pendanaan pembangunan.
Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,13 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen. Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 201,7 persen dan 99,63 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 100 persen dan 50 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 23,81 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing 725 persen dan 329 persen, jauh diatas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
“OJK akan senantiasa memantau dinamika perkembangan ekonomi global dan berupaya memitigasi potensi risiko yang ada terhadap kinerja sektor jasa keuangan. OJK juga terus memperkuat koordinasi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan,” pungkasnya. [rif]