INDOPOLITIKA.COM – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menilai pemerintah masih bersikap gamang dalam memutuskan kebijakan mudik Lebaran 2020. Kegamangan itu tercermin dari ketidakseragaman kementerian dan lembaga dalam menyampaikan instruksi terkait pelaksanaan mudik.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan, pemerintah seharusnya berani menerapkan larangan mudik kepada seluruh masyarakat. Hal itu untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada seluruh masyarakat.
“Antar-institusi pemerintah tidak nyambung, bahkan kontradiksi. Apalagi antar-pemerintah pusat dengan daerah,” kata Tulus dalam keterangan resminya, Rabu, (8/4/2020).
Tulus mengatakan bahwa tanpa aturan yang jelas maka pengawasan terhadap pergerakan masyarakat akan sulit dilakukan. Bahkan, imbasnya, masyarakat akan tetap melakukan mudik sehingga penyebaran corona semakin luas dan hal tersebut akan mengancam logistik. Karena itu, ia meminta pemerintah untuk bertindak tegas dan melarang mudik.
“Pemerintah jangan disandera dengan persoalan ekonomi jangka pendek. Jika virus corona sampai menyebar ke daerah-daerah secara masif, ongkos sosial ekonominya akan jauh lebih besar daripada pemerintah memberlakukan larangan mudik,” katanya.
Larangan itu hendaknya juga didukung dengan menerapkan kebijakan disinsentif kepada masyarakat yang tetap melakukan perjalanan mudik ke kampung halaman. Menurut dia, hal ini diperlukan guna meminimalisir mobilisasi masyarakat demi mencegah penularan Covid-19 ke wilayah lain.
Dia mengatakan, salah satu kebijakan disinsentif yang bisa diterapkan itu yakni menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bagi pengguna kendaraan pribadi yang melakukan perjalanan atau menaikkan tarif tol.
“Bagi kelompok masyarakat yang ngotot mudik, maka harus diberikan disinsentif. Untuk pengguna angkutan umum, bisa juga dimahalkan tarif tiketnya. Misalnya, naik jadi dua kali lipat dibanding harga normal,” kata dia.
Sementara, bagi mereka yang tidak mudik, sambung Tulus, bisa diberikan insentif atau kompensasi untuk mendukung keperluan logistik maupun biaya sewa tempat tinggal. Bantuan itu sebaiknya diprioritaskan bagi golongan ekonomi menengah bawah seperti pekerja harian.
Menurut dia, keterpaksaan masyarakat mudik itu lantaran sudah ada tidak ada pekerjaan tetap. “Di Jakarta enggak punya lagi pekerjaan tetap,” pungkasnya. [rif]