Gandeng BPK, Kejagung Akan Endus Aset Milik Tersangka Kasus Korupsi BTN

INDOPOLITIKA.COM- Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menelusuri aset tujuh orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi Bank BTN cabang Semarang dan Gresik. Dalam kasus itu total nilai kerugian negara hampir Rp 50 miliar.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah mengungkapkan, ia sudah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menelusuri aset-aset para tersangka.

Bacaan Lainnya

“BTN kan ini baru mulai penelusuran aset juga, Kemudian ada koordinasi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Febrie kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (03/02/2020).

Meski begitu, Febrie mengatakan tim penyidik akan menyelesaikan kasus ini secara bertahap. Hal itu lantaran, penyidik masih fokus untuk menuntaskan perkara lain.

“Terus tahapannya, pemeriksaan berangsur minggu depan ya. Sekarang masih konsentrasi (penyidik) kita libatkan 42 di Jiwasraya,” ucapnya.

Sebelumnya, Kejagung menahan tujuh orang dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada bank plat merah ini. Tiga orang tersangka dari internal BTN yakni; SW (asset management division-AMD), SB (AMD yang juga head area II Bank BTN) dan AM (Kepala Unit Komersial Landing Bank BTN cabang Sidoarjo).

Mereka diduga secara sepihak melakukan pembaruan utang (novasi) dengan cara melawan hukum dan mengalirkan dana yang diduga hasil korupsi itu kepada pihak swasta yang kini juga telah jadi tersangka.

Sementara empat orang tersangka yang berasal dari pihak swasta, diungkapkan Febrie, adalah EGT dan ARR dari PT Nugra Alam Prima (NAP) serta LR dari PT Lintang Jaya Properti (LJP).

Perkara dugaan tindak pidana korupsi ini berawal pada Desember 2011. Saat itu BTN Cabang Gresik telah memberikan fasilitas kredit yasa griya (KYG) kepada PT Graha Permata Wahana senilai Rp 5 miliar. Belakangan kredit itu diketahui macet sebesar Rp 4,1 miliar.

Kasus tersebut diduga ada kesalahan prosedural dalam pemberian yang dilakukan, melawan hukum karena tidak sesuai dengan surat edaran Direksi BTN.

Kemudian, Desember 2015, AMD Kantor Pusat BTN secara sepihak melakukan novasi (pembaruan utang) kepada PT. Nugra Alam Prima (NAP). Plafondnya senilai Rp 6,5 miliar dan tanpa ada tambahan agunan. Kreditnya pun belakangan diketahui macet kembali sebesar Rp 5,7 miliar.

Tak hanya itu, pada November 2016, AMD Kantor Pusat BTN kembali melakukan novasi secara sepihak dari PT. NAP kepada PT. Lintang Jaya Property (LJP). Perbuatan AMD Kantor Pusat BTN itu tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang ada.

Selain itu, dilakukan tambahan agunan dengan plafon kredit sebesar Rp16 miliar, hingga berimbas menyebabkan kredit macet kembali sebesar Rp 15 miliar dengan kategori kolektibilitas 5.

Kejagung sempat memeriksa kasus tindak pidana korupsi pemberian kredit yasa griya dari Bank BTN cabang Semarang kepada debitur PT Tiara Fatuba dan Novasi kepada PT Nugra Alam Prima, serta PT Lintang Jaya Property.

Untuk kasus tersebut, terjadi pada April 2019, BTN Cabang Semarang memberikan fasilitas kredit yasa griya kepada PT Tiara Fatuba sebesar Rp 15,2 miliar. Prosedur pemberiannya diduga tidak sesuai dengan surat edaran Direksi BTN, sehingga hal itu mengakibatkan kredit macet sebesar Rp 11,9 miliar.

“Jadi novasi itu tidak sesuai dengan ketentuan, melawan hukum dan itu alirannya ke swasta tadi. Yang jelas kalau peran orang BTN, saat mereka keluarkan novasi, ada perbuatan melawan hukum,” tandas Febri  di Kejagung, Rabu (29/01/2020).[sgh]

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *