Hati-Hati Gibah Bisa Terjadi di Media Sosial, Puasa Ramadhan Bisa Sia-Sia

  • Whatsapp

INDOPOLITIKA.COM – Menjalankan ibadah puasa tak sekadar menjaga haus dan lapar, tetapi juga menjaga diri dari hawa nafsu termasuk salah satunya gibah. Ini yang bagi sebagian orang sulit dihindari, terlebih di era serba digital ini.

Gibah bisa diartikan membicarakan sesuatu yang benar tanpa sepengetahuan orang yang dibicarakan. Dan, biasanya yang dibicarakan tersebut dibenci oleh orang yang digibah. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Nabi menjelaskan, jika yang dibicarakan betul, jatuhnya ke gibah, jika yang dibicarakan dusta, jatuhnya pada fitnah.

Muat Lebih

Berkaitan dengan ghibah di pada saat menjalankan ibadah puasa, terdapat beberapa hadis yang menjelaskannya, yaitu:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْعُ

“Banyak sekali orang yang puasa, ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar.” (HR: Ibnu Majah).

Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh al-Minawi berkomentar terkait hadis ini. Hadis ini adalah ungkapan untuk orang yang mengerjakan puasa namun ia berbuka dengan sesuatu yang haram atau berbuka dengan memakan daging saudaranya (ghibah), orang semacam ini adalah orang yang berpuasa dan tidak mampu menjaga anggota tubuhnya untuk menjauhi perbuatan dosa.

Memperbincangkan orang lain alias gibah ikut mengalami revolusi seiring dengan berkembangnya dunia digital saat ini. Menggunjing orang lain lewat status dan video di media sosial pun termasuk gibah. Bahkan, kecepatan dan keluasan audiens penerima pesan di media sosial menjadikan konten yang dibagikan bergulir sungguh cepat.

Ambil contoh seorang ibu yang menghujat pembantunya karena tidak cekatan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga lewat Facebook atau istri yang mengeluhkan telatnya gaji suami. Rekam jejak pembantu dan suami itu pun akan tersebar luas ke publik di media sosial. Bukan hanya nama baik yang tercoreng, mereka bisa menjadi bahan olok-olok rekan sekerja yang melihat status tersebut.

Bila dijewantahkan dalam aktivitas di media sosial, sudah selayaknya seorang muslim mampu menahan diri untuk membagikan pesan yang belum jelas validitasnya. Apalagi, jika pesan tersebut menyentuh ranah privat.

Introspeksi pun harus dilakukan dengan menakar terlebih dahulu apakah pesan yang disebarkan akan menyakiti hati orang lain atau tidak. Terakhir, menyibukkan diri untuk memperbaiki diri sendiri jauh lebih menyehatkan jiwa ketimbang capek memikirkan kejelekan orang lain. [rif]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *