INDOPOLITIKA.COM – Kabar ‘buruk’ nampaknya kini menghampiri masyarakat Jepang, khususnya pecinta game. Pasalnya, sebentar lagi, negara tersebut akan menerapkan peraturan ketat untuk membatasi kecanduan game.
Salah satu isi dari draft peraturan yang diperkenalkan pada awal bulan ini dan dijadwalkan akan diimplementasikan sekitar bulan April 2020 tersebut, masyarakat Jepang hanya diijinkan nge-game setidaknya selama 60 menit atau satu jam sehari. Sementara di akhir pekan, batasan dilonggarkan dengan 90 menit khusus anak-anak dibawah usia 17 tahun.
Namun, aturan yang dirancang Majelis Prefektur Kagawa Jepang ini dikritisi keras seorang sosiolog yang juga dosen paruh waktu di Universitas Osaka, Sohei Ide. Menurutnya, peraturan anti kecanduan game, yang membatasi waktu bermain untuk anak di bawah usia 18 tahun, sangat tidak masuk akal.
Ia menegaskan, masyarakat atau gamers yang benar-benar kecanduan game kurang dari 10%. Baru-baru ini, Ide mengatakan bahwa, menurut penelitian yang dilakukan di Jerman pada tahun 2014 yang menargetkan orang berusia 14 hingga 40, lebih dari 90% subjek tidak memiliki masalah dengan kecanduan game.
“Tidak masuk akal untuk memecahkan masalah ini dengan memukul rata semua orang adalah pecandu game (seperti yang disebutkan dalam rancangan peraturan ini),” kata Ide seraya menambahkan bahwa pembatasan waktu akan mempengaruhi lebih dari 90% warga yang tidak memiliki masalah kecanduan game atau internet.
Ide sepertinya pesimis jika aturan itu tidak akan efektif. Contoh kasus, pada 2011 lalu, Korea Selatan melakukan “shutdown,” jaringan internet untuk memberlakukan batasan waktu bermain game online untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun. Dan efeknya memang ada dan dirasakan. Tapi itu hanya sementara. “Jadi saya meragukan pembatasan waktu ini manjur,” bebernya.
Ide berpendapat bahwa kondisi mental seperti depresi dan kecemasan berada di belakang kecanduan internet dan game. “Cara terbaik adalah mendeteksi mereka yang bermasalah dan mendekati mereka secara individu,” terangnya.