INDOPOLITIKA.COM – Beredar ramai di grup aplikasi pesan whatsapp tulisan salah seorang pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Abdillah Toha, mengenai refleksinya dalam mendukung mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Ditelusuri dari akun twitternya, @AT_Abdillah_Toha, ia mencuit sebuah kalimat ‘Ke Mana Jokowi Akan Membawa Kita?’. Kemudian disertai link tulisan di laman qureta.com yang diunggah pada Jum’at (10/7/2020).
Dalam tulisan tersebut, Abdillah Toha menungkapkan bagaimana ia mendukung Jokowi sejak Pilpres 2014 hingga kini, berpasangan dengan sesepuh MUI Ma’ruf Amin (lengkap 2 periode).
“Saya adalah seorang pendukung Jokowi yang oleh sebagian orang dikatakan fanatik. Mungkin tidak terlalu salah. Sejak pilpres pertama, saya telah mendukung beliau. Sayalah yang membuat tulisan “10 alasan kenapa saya memilih Jokowi” yang kemudian jadi viral. Juga tulisan “10 alasan mengapa saya tidak akan memilih Prabowo” pada pilpres berikutnya.
Saya yakin benar saat itu bahwa memilih Jokowi adalah sebuah keputusan yang tepat. Baru pertama kali dalam perpolitikan Indonesia ada seorang calon Presiden yang benar-benar merakyat, jujur, berasal dari rakyat, bukan dari elite politik maupun kelompok kekuatan besar lain. Ternyata itu saja tidak cukup untuk menjadikan seorang pemimpin yang efektif,” tulisnya.
Namun, pertanyaan terhadap puja-puji terhadap Jokowi berhenti di paragraf ketiga. Toha mulai mempertanyakan ada yang sudah salah dalam pemerintahan Jokowi jilid II tersebut. Ia pun menjabarkan kekecewaannya satu per satu. Dimulai dari ‘menenggelamkan’ nama Mahfud MD di detik-detik terakhir yang semua disebutkan akan mendampingi Jokowi di Pilpres 2019.
“Awal kekecewaan saya adalah ketika pada detik-detik terakhir beliau membatalkan Mahfud MD sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya,” tegas Toha.
Salah satu pendiri PAN itu juga menyinggung kursi Menteri Kesehatan diisi oleh Terawan Agus Putranto. Yang ia tahu, IDI saja meragukan kapasitasnya. Terlebih, pandemi COVID-19 kian hari kian membuat pusing tujuh keliling. Kemudian, ada pula dagelan serius dengan publikasi terbuka ala Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan kalung anti korona yang ia lilitkan di leher.
“Begitu cepat setelah Jokowi dilantik, muncul berbagai Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang baru yang bikin banyak pihak tersentak. Ada kesan konspirasi antara pemerintah dan DPR untuk menghasilkan berbagai undang-undang secara kilat tanpa memperhatikan aspirasi dan masukan dari publik. Omnibus Law, UU Minerba, KPK,” papar mantan anggota Parmelen Senayan di Komisi I itu.
Lantas, sorotannya terhadap penanganan kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, hilangnya jejak aktor suap PAW anggota DPR atas nama Harun Masiku, serta aksi Djoko Tjandra yang bisa masuk Indonesia setelah sekian lama buron, hebatnya bisa mempunyai e-KTP. Polemik lobster juga turut memantik emosi, karena menteri seakan bagi-bagi kongsi dengan keluarga hingga relasi.
“Masih segar dalam ingatan kita ketika presiden pada pelantikan menjelang jabatan periode keduanya antara lain mengatakan di hadapan sidang MPR, 20 Oktober 2019: “Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat dan birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot,” tulis bapak 3 anak itu.
Belum berselang lama tersebar rekaman pidato presiden pada sidang kabinet tertutup yang menunjukkan kemarahan beliau terhadap kinerja menteri-menterinya dan lagi berjanji akan tidak ragu bertindak. Ketika tindakan presiden dinanti-nanti, Menteri Sekretaris Negara justru membantah dan menyampaikan tidak ada relevansi antara kegusaran presiden dan rencana kocok ulang kabinet.
Yang terbaru yang mengejutkannya adalah keputusan Jokowi untuk menugasi Menteri Pertahanan, bukan Menteri Pertanian, menggarap lumbung pangan. Alasannya, ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional. Bagaimana dengan ketahanan keuangan, telekomunikasi, pendidikan, dan lain sebagainya? Apakah ini juga bagian dari ketahanan nasional dan perlu juga ditugaskan ke Menteri Pertahanan?
Ditambah lagi dengan sikap presiden sebagai seorang ayah yang menduduki kekuasaan tertinggi di negeri ini, membiarkan putranya yang masih hijau dan tidak berpengalaman, maju sebagai Calon wali kota Solo. Ia menilai, presiden tidak berdaya membujuk putranya untuk sabar menanti lima tahun lagi setelah selesai masa baktinya sehingga tidak ada spekulasi macam-macam keterlibatan kekuasaan tertinggi negara dalam proses pemilihannya.
“Sesungguhnya banyak dari kami yang bertanya-tanya, apa sebenarnya yang sedang terjadi pada seorang Jokowi yang pada periode pertama menghasilkan prestasi yang cukup mengesankan? Bisa saja kita mengatakan bahwa Jokowi yang bukan petinggi partai apa pun memerlukan segala macam pembiaran itu. Karena bila tidak, maka rezimnya akan mengalami berbagai kesulitan melaksanakan berbagai tugas tanpa dukungan kekuatan politik yang nyata.
“Tidak sadarkah beliau bahwa masa bulan madu dengan politisi pendukungnya itu akan berumur tidak lebih lama dari dua tahun dari sekarang ketika mereka akan ramai-ramai meninggalkan misi presiden dan berkonsentrasi pada perebutan kekuasaan pada pemilu 2024?” jelas Toha.
Sebagai pendukung Jokowi, menurut Abdillah, setelah memperhatikan begitu banyak kondisi suram yang lepas kendali atau terkesan dibiarkan dalam waktu yang sangat singkat, bahkan tidak sampai setahun dalam pemerintahan Jokowi periode dua ini, khususnya kondisi penegakan hukum yang makin memprihatinkan, sulit baginya untuk mengatakan bahwa dukungannya kepada Presiden Jokowi masih dapat dipertanggungjawabkan. [rif]