INDOPOLITIKA.COM- Penyelenggara pemilu yang kedapatan melakukan tindak pindana korupsi agar dihukum mati. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Garda Rajawali (Grind) Perindo Kuntum Khairu Basa.
Kuntum berpendapat seperti itu untuk memberikan efekjera bagi para pelaku. Apalagi Iwan Setiawan ini adalah seorang Komisioner KPU yang selama ini lantang menyuarakan penolakan terhadap pencalonan mantan terpidana koruptor pada Pilkada 2020.
Kata dia, untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya itu diperlukan hukuman yang berat bagi para pelaku. Indonesia kata dia, sudah menganut hukuman mati, namun sayangnya hukuman mati ini tidak pernah dijatuhkan kepada koruptor. Koruptor masih saja diberikan hukuman yang ringan. Bahkan sampai ada diberikannya grasi atau pengampunan hukuman.
“Era Jokowi sudah seharusnya hukuman mati itu dilaksanakan bila betul-betul ingin memberantas korupsi. Sekali saja diberikan contoh hukuman mati bagi koruptor maka akan memberikan efek jera yang efektif dan efesien,” ujar Kuntum.
Menurutnya, para pelaku koruptor ini sudah selayaknya mendapatkan hukuman mati karena telah merampok duit rakyat. Kata dia, dalam penerapan hukuman ini, Indonesia harus belajar dari dua negara seperti China dan Arab.
“Koruptor jangan dikasih ampun. Kita harus belajar dari China dan Arab Saudi di mana di sana ada tempat eksekusi bagi koruptor dengan hukum pancung,” katanya.
Meski demikian, Kuntum mengakui akan sulit lembaga hukum di Indonesia dalam menerapkan hukuman mati. Pasalnya, masih banyaknya elit politik yang menolak.
“Apabila ada aparat, anggota DPR, atau pemerintah yang menolak untuk pelaksanaan hukuman mati bagi koruptor maka patut dicurigai bahwa mereka adalah oknum pembela atau bahkan pelaku koruptor itu sendiri,” tegasnya.
Sebelumnya diketahui, Iwan Setiawan Komisioner KPU ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus menerima suap dari Harun Masiku.
Harun Masiku adalah Caleg PDIP yang berusaha menyuap Iwan agar dil0loskan saat proses pergantian antarwaktu (PAW) menggantikan caleg PDIP Nazarudin Kiemas yang meninggal sebelum pencoblosan, Nazarudin Kiemas ini ternyata saat pencoblosan berlangsung mendapatkan suara terbanyak pertama.
Kemudian Iwan menyanggupi permintaan Harun Masiku dengan meminta ongkos Rp 900 juta untuk memuluskan permintaan Harun. Namun sayangnya, KPK mengendus perbuatan kotor Harun dan Iwan. Iwan sudah ditangkap oleh KPK sementara Harun masih menjadi buronan KPK.[pit]