INDOPOLITIKA.COM- Politikus PKS yang juga mantan anggota Komisi III DPR sekaligus anggota Badan Legislatif (Baleg) periode 2009-2014, Indra, membenarkan sinyalemen yang dilontarkan Menkopolhukam, Mahfud Md yang mengungkap adanya praktik jual-beli pasal-pasal dalam proses legislasi sebuah peraturan perundang-undangan.
“Jadi gini, sponsor, pihak-pihak yang mengintervensi, ada yang kasar, ada yang halus,” ujar Indra usai diskusi publik di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (21/12/2019).
Indra menjelaskan, maksud dari cara halus adalah pihak sponsor yang memanfaatkan civil society atau masyarakat madani guna membangun opini tertentu.
Tak hanya itu, pihak sponsor juga dapat memanfaatkan media massa agar bisa framing isu, termasuk anggota DPR itu sendiri.
Sedangkan, untuk cara kasarnya adalah dengan melakukan sebuah kesepakatan guna melancarkan misi pasal pesanan.
Kesepakatan itu bisa terjadi dengan masyarakat sipil, media massa, eksekutif, hingga legislator.
“Jadi semua kemungkinan itu ada. Nah, saya katakan di sinilah ujiannya dan saya menjadi anggota DPR, saya melihat potensi-potensi itu,” katanya.
Indra menambahkan, pihaknya ketika masih aktif bisa merasakan gelagat adanya pasal pesanan dari cara penggodokan aturan.
Misalnya, adanya anggota legislator dari partai tertentu yang ngotot terhadap aturan yang menguntungkan kapitalis.
Terlebih, jika mereka tetap ngotot tanpa dasar yang rasional dalam proses legislasi.
“(Aturan) sumber daya alam dikeruk umpama, kok jadi ngotot, ada apa dia? Kita bisa rasakan, walaupun tidak bisa membuktikan, dia nerima duit atau tidak, dialah yang bisa jawab,” katanya.
Sebelumnya, Menko Mahfud MD mengatakan, pembuatan peraturan hukum di Indonesia kerap kali kacau balau karena ada jual beli pasal.
“Ada hukum yang dibeli. Pasal-pasalnya dibuat karena pesanan itu ada,” kata Mahfud Kamis (19/12/2019).
Pasal-pasal pesanan itu, kata Mahfud, tidak hanya muncul dalam undang-undang, tetapi juga peraturan daerah.
“Disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu,” ujarnya.[sgh]