INDOPOLITIKA.COM – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan bahwa Ujian Nasional (UN) telah menjadi beban yang membuat siswa, guru, dan orang tua mengalami stres.
Menurutnya, UN menjadi beban bagi siswa, guru, dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu. Padahal, lanjut dia, UN seharusnya berfungsi memetakan mutu sistem pendidikan nasional, bukan penilaian siswa
“Ini (UN) menjadi beban stres bagi siswa, guru, dan orangtua,” kata Nadiem dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (12/12/2019).
Kemudian, Nadiem mengungkapkan alasannya menghapus UN, salah satunya karena kepadatan materi UN. Menurutnya, UN memaksa siswa menghafal setumpuk informasi untuk mendapatkan nilai yang baik.
Selanjutnya, mantan bos Gojek itu mengatakan, UN hanya menilai aspek kognitif dari hasil belajar dan belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.
“Siswa hanya menghapal untuk mendapatkan nilai tinggi, lalu timbul berbagai macam kebutuhan mengeluarkan uang untuk bimbel (bimbingan belajar) dan lain-lain untuk mencapai angka yang tinggi tadi,” ujar Nadiem.
Sebelumnya, Nadiem berencana mengubah sejumlah sistem pendidikan di Indonesia. Lewat konsep pendidikan Merdeka Belajar, ada empat program pokok yang menjadi fokus Nadiem ke depan.
Empat program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Nadiem menjelaskan, untuk penyelenggaraan USBN 2020 akan diterapkan oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).
Untuk UN diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11). Sehingga, dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
Sedangkan untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), katanya, Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Artinya, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
Kemudian untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi ditingkatkan menjadi 30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.[rif]