INDOPOLITIKA.COM — Permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Surabaya Nomor Urut 2 Machfud Arifin dan Mujiaman tidak dapat diterima. Putusan Nomor 88/PHP.KOT-XIX/2021 tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan Putusan PHP Walikota Surabaya, pada Selasa (16/2/2021) siang di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Mahkamah menanggapi kedudukan hukum Pemohon terkait ambang batas pengajuan permohonan PHP Kada Tahun 2020. Manahan menyebut jumlah perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak 0,5% x 1.049.334 suara (total suara sah) sebesar 14.795 suara.
“Berdasarkan bukti dan fakta persidangan perolehan suara Pemohon adalah 451.794 suara, sedangkan perolehan suara pihak terkait adalah 597.540 suara, sehingga selisih perolehan suara antara Pemohon dan pihak terkait adalah 145.746 suara (13,89%). Dengan demikian, selisih perolehan suara Pemohon dengan pihak terkait melebihi persentase sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 158 ayat (2) huruf d UU Nomor 10 Tahun 2016” ucap Manahan.
Oleh karena itu, sambung Manahan, Mahkamah tidak mempertimbangkan dalil-dalil Pemohon karena tidak relevan dan tidak dapat ditunjukkan keterkaitannya dengan perolehan suara hasil pemilihan yang dapat memengaruhi penetapan calon terpilih. Mahkamah berpendapat dalil dan alat bukti yang diajukan Pemohon tidak cukup memberikan keyakinan untuk menyimpangi ketentuan Pasal 158 ayat (2) huruf d UU 10/2016 dan meneruskan perkara tersebut ke pemeriksaan persidangan lanjutan.
Mahkamah berpendapat, meskipun permohonan yang diajukan Pemohon adalah kewenangan Mahkamah, kemudian permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan; dan Pemohon adalah Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Surabaya Kepulauan Tahun 2020, namun Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) UU 10/2016.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” tegas Manahan.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada 26 Januari 2021 lalu, Pemohon mendalilkan adanya selisih perolehan suara yang disebabkan adanya kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif di seluruh wilayah Kota Surabaya oleh Pasangan Calon Nomor urut 1 yaitu Eri Cahyadi,dan Armudji. Menurut Pemohon, perolehan suara ini harus dinyatakan tidak sah karena dicapai dengan cara yang tidak sah dan inkonstitusional, sehingga hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Kota Surabaya harus dibatalkan. Selain itu, kinerja Badan Pengawas Pemilu Kota Surabaya dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu dalam menegakkan hukum pemilu tidak dilakukan secara baik sehingga merugikan Pemohon. Mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak netral juga turut menodai praktik berdemokrasi di Surabaya.
Untuk itu, Pemohon meminta Mahkamah untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya Nomor 1419/PL.02.6-Kpt/3578/KPU-Kot/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara pada Pemilihan Walikota dan Calon Wakil Walikota Surabaya Tahun 2020, tanggal 17 Desember 2020 dan melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) Ulang di Kota Surabaya. (ind)