INDOPOLITIKA.COM- Sejumlah Peratuan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) untuk Pilkada 2020 belum dirampungkan. Hal itu bukan lantaran imbas dari ditangkapnya salah satu komisioner KPU oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, penangkapan itu tidak berpengaruh bagi KPU untuk menyusun draf PKPU Pilkada.
“(Penetapan Wahyu Setiawan sebagai tersangka) tak terlalu mempengaruhi (kerja KPU),” kata Arief.
Arief menjelaskan lambannya KPU dalam menyusun PKPU untuk pilkada ini karena ada revisi PKPU tentang pencalonan yang sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan PKPU tentang pemungutan dan penghitungan suara.
Selain dua hal tadi diatas, ia mengklaim ada beberapa PKPU yang sudah diselesaikan. Kata dia, dibandingkan PKPU sebelumnya, PKPU terkait Pilkada 2020 tidak ada banyak perubahan dalam aturan Undang- undang Pilkada.
“Beberapa PKPU sudah kita selesaikan, beberapa masih dalam proses. PKPU yang ada dinyatakan masih berlaku kalau belum terbit PKPU yang baru,” ujar Arief.
“PKPU yang direncanakan direvisi sebetulnya tidak banyak pasal yang direvisi karena UU tidak berubah, hanya beberapa pasal saja,” kata dia.
Jadi kata dia, kasus yang menjerat Wahyu tidak sama sekali mengganggu kinerja KPU. Pasalnya tanpa adanya Wahyu, pengambilan keputusan tetap sah karena sudah dinyatakan kuorum.
“Karena di undang-undang mengatakan pengambilan keputusan melalui pleno kuorumnya lima, jadi lima orang cukup ambil keputusan,” ujar Arief.
Wahyu Setiawan ditetapkan oleh KPK lantaran diduga sudah menerima suap dari Calon Anggota Legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku. Harun menyuap Wahyu lantaran keinginanya untuk diloloskan menjadi anggota DPR 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal sebelum pencoblosan. Saat pencoblosan berlangsung, Nazarudin Kiemas memiliki suara terbanyak pertama di daerah pemilihan Sumatera Selatan 1.
Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful. Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap, sedangkan Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap. Adapun total uang suap yang diminta oleh Wahyu untuk memuluskan Harun menjadi PAW anggota DPR sebesar Rp 900 juta.[pit]