INDOPOLITIKA.COM – DPP Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) menggelar konferensi pers (konpers) di Hambalang Sport Center, Bogor, Jawa Barat pada Kamis (25/3/2021).
Alasan konpers dilakukan di Hambalang Sport Center ini menurut Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat versi KLB Max Sopacua, dikarenakan kasus korupsi proyek wisma atlet ini menjadi salah satu alasan elektabilitas Partai Demokrat anjlok.
“Tempat inilah, proyek inilah bagian salah satu bagian yg merontokkan elektabilitas Partai Demokrat ketika peristiwa itu terjadi. Mulai pelan-pelan turun dari 20,4 persen jadi 10,2 persen dan 7,3 persen” kata Max.
Namun, kata Max, dalam kasus tersebut masih ada pihak yang belum tersentuh hukum. Padahal, pihak itu juga ikut menikmati hasil korupsi dan mengakibatkan berawalnya masalah besar di Partai Demokrat.
“Kawan-kawan kami yang terlibat sudah menderita. Sudah dimasukkan ke tempat-tempat yang mereka masuki karena kesalahan,” kata Max
“Tapi ada yang tidak tersentuh hukum. Yang juga menikmati hasil dari sini ada yang tidak tersentuh hukum, sampai hari ini belum. Inilah Hambalang awal pertama terjadinya masalah besar di Partai Demokrat,” tegasnya.
Oleh karena itu, Max berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menindaklanjuti dan mengungkap orang-orang yang masih belum tersentuh hukum namun ikut menikmati hasil korupsi dari proyek wisma atlet tersebut.
“Siapa saja yang menikmati Hambalang ini. Jangan dibiarkan orang lain menderita dan jangan biarkan orang lain berpangku tangan senang-senang malah sebagai raja nanti di Demokrat,” katanya.
Max awalnya enggan menyebutkan yang dia maksud. Namun akhirnya dia mengatakan bahwa nama putra bungsu Susilo Bambang Yudhoyono itu pun pernah disebut oleh para saksi kasus korupsi Hambalang tersebut.
“Pak Anas (Urbaningrum) dapat berapa, Ibas dapat berapa dan lain-lain dapat berapa,” sebut Max.
Untuk diketahui, proyek Wisma Atlet Hambalang saat ini mangkarak akibat kasus korupsi. Disebut proyek tersebut menjadi bancakan sejumlah kader Partai Demokrat, salah satu yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka adalah mantan Bendahara Umum M Nazaruddin.
Nazaruddin akhirnya dibebaskan pada Agustus 2020 setelah menjalani masa hukuman selama 13 tahun sejak tahun 2012 lalu. Belakangan, nama Nazaruddin turut disebut-sebut dalam terbentuknya KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara beberapa waktu lalu. [rif]