INDOPOLITIKA.COM – Fasilitas penyelenggaraan reklame di kereta Ratangga atau Moda Raya Terpadu (MRT) diduga bodong. Pasalnya, reklame di moda transportasi andalan Ibu Kota belum membayar pajak.
“Dari informasi yang saya dengar serta keluhan pengusaha reklame, sewa lahan di MRT per tahun bisa Rp110 miliar, maka perhitungan pajaknya tidak mungkin masuk ke kategori reklame. Coba itu cek ke Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta,” kata Ketua Serikat Pengusaha Reklame Jakarta (SPRJ) Didi Affandi, Selasa (31/12/2019).
Menurut Didi, permasalahan reklame di Jakarta tak akan segera tuntas, karena diduga banyak pihak yang berkepentingan. Karenanya Didi berharap, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta, BPRD dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) memegang teguh Pergub Nomor 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Reklame serta Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame.
“Di Jakarta ini telah diatur penyelenggaraan reklame. Dari regulasi itu, reklame dengan tiang tumbuh sudah dilarang sejak 2015 lalu. Artinya, reklame yang ada di Jakarta sekarang ini dinyatakan bodong atau tak berizin,” tegasnya.
Namun, pihaknya menyayangkan tindakan Satpol PP DKI Jakarta terlalu lembek dalam menertibkan reklame. Dia mengungkapkan, Satpol PP DKI Jakarta selalu berdalih anggaran untuk pembongkaran tiang reklame selalu gagal lelang.
“Kalau ini dibiarkan, bisa jadi reklame memakan korban seperti di Cengkareng kemarin, menimpa pengendara sepeda motor. Yang saya dengar, anggaran pembongkaran itu selalu gagal lelang. Jangan-jangan ini disengaja agar reklame yang izinnya sudah habis, bisa dimainkan,” ungkap Didi.
Sementara Kepala BPRD DKI Jakarta Faisal Syafruddin membantah bahwa reklame di sepanjang MRT itu tidak kena pajak. Ia memastikan, setiap reklame yang terpasang di penjuru Jakarta akan kena pajak yang merupakan potensi pendapatan asli daerah. Bahkan, katanya, beberapa reklame yang sudah terpasang itu telah masuk ke kas daerah.