INDOPOLITIKA.COM – Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN Arya Sinulingga mengaku bingung saat mengetahui ternyata PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melakukan ‘make up’ laporan keuangan. Hal ini dilakukan demi menjadi sponsor salah satu klub Liga Inggris, Manchester City.
PT Jiwasraya pernah menjadi sponsor klub sepak bola Inggris, Manchester City (Man City) pada 2014. Tindakan ini terbilang aneh karena pada saat tersebut keuangan perusahaan sedang buruk.
“Bayangkan 2014 posisi keuangan Jiwasraya sudah jelek, tapi masih mark up (menaikkan) buat jadi supporterManchester City,” ujar Staf Khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga, di Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Jiwasraya menandatangani kontrak dengan Manchester City pada 2014 selama dua tahun. Dengan kerja sama ini, Jiwasraya dibolehkan memakai pemain-pemain ManCity untuk pemasaran di Indonesia.
Arya juga menduga mantan Sekretaris Kementerian BUMN pada 2014 lalu, Said Didu, tertipu oleh manajemen Jiwasraya. Dengan demikian, perusahaan bisa melakukan kerja sama sponsorship dengan Man City.
“Mungkin Pak Said Didu juga tertipu oleh pengelola Jiwasraya,” ujar Arya.
Menurut Arya, keuangan Jiwasraya sebenarnya sudah buruk sejak 2006. Sebab, perusahaan membayar klaim dengan menggunakan uang nasabah yang baru mendaftar.
“Harusnya bayar klaim menggunakan hasil investasi, bukan dari pelanggan baru. Kalau pakai uang nasabah yang baru daftar kan jadi gali lubang tutup lubang,” tegas Arya.
Seperti diketahui, Jiwasraya sedang mengalami masalah keuangan hingga tak mampu membayar klaim nasabah produk tabungan rencana (saving plan) yang jatuh tempo pada Oktober 2018 sebesar Rp802 miliar.
Pemerintah sedang berupaya menyelamatkan perusahaan asuransi itu dengan membentuk induk usaha (holding) asuransi.
Pemerintah juga akan mendorong Jiwasraya menjual portofolio yang bervaluasi rendah (undervalue) dan menjual saham anak usaha Jiwasraya, yakni Jiwasraya Putra.
Saat ini, total aset Jiwasraya berdasarkan catatan Kementerian BUMN sebesar Rp23,26 triliun dengan liabilitas mencapai Rp50,5 triliun. Aset perusahaan paling banyak ditempatkan di sejumlah saham yang tidak likuid dan tak laris di pasar, sedangkan mayoritas likuiditas berasal dari klaim produk asuransi saving plan. [rif]